Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Inilah Bahagianya Jika Beristri Wanita Shalihah Yang Menjaga Diri



Itulah sifat seorang gadis, asalnya itu pemalu. Ketika ada pria yang menghampirinya, ia akan bersembunyi, tersipu malu. Jilbabnya yang menutupi dirinya akan segera menyelimuti wajahnya tatkala ada yang berusaha memandanginya. Berbeda dengan wanita yang sudah mengenal pergaulan dengan lainnya, tentu tidak ditemukan demikian.

PEMALU MERUPAKAN SIFAT PARA BIDADARI DI SURGA 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadariyang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

ANTARA BIDADARI SURGA DAN WANITA DI DUNIA

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..

Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?

Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kalo muslimah gampangan gonta ganti pacar....
Yaaa....bosen....

LIHATLAH KISAH SUAMI PENCEMBURU DAN ISTRI PEMALU INI

Dialah Zubair bin al Awwam radhiyallahu anhu yang dijuluki Hawari Rasulullah, salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga yang sangat pencemburu demi istrinya ‘Atikah binti Zaid radhiyallahu anha. Sang istri biasanya pergi shalat isya ke Masjid, sementara Zubair sebenarnya tidak suka karena rasa cemburu. Hanya saja dia tidak berani melarang karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang para suami mencegah istrinya pergi ke masjid, sebagaimana sabda beliau shalallahu alaihi wasallam:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَة رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ ».

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jangan kalian larang hamba-hamba perempuan Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah akan tetapi hendaknya mereka keluar dalam keadaan tafilat”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan di dalam kitab Irwa’ Al Ghalil, no. 515)

Makna “Tafilat” adalah tidak memakai minyak wangi. (Lihat kitab An Nihayah fi Gharib Al Hadits, karya Ibnu Al Atsir).

Perginya sang istri ke Masjid merupakan sesuatu yang berat bagi dirinya, tetapi dia tidak dapat mengatakan tidak ketika dimintai izin. Pada suatu malam Zubair pergi terlebih dahulu, sebelum istrinya, kemudian bersembunyi di pinggir jalan yang biasa mereka lewati. Ketika ‘Atikah lewat dia menyusul kemudian menepuk bagian belakangnya. ‘Atikah terkejut dan takut kemudian berbalik lari pulang ke rumah, tanpa meneliti siapa yang telah berbuat tidak senonoh terhadap dirinya. Malam berikutnya ‘Atikah diam di rumah meskipun Zubair mengizinkannya pergi ke Masjid. Zubair bertanya, “Mengapa tidak pergi?” ‘Atikah menjawab, “Orang-orang telah rusak akhlaqnya.” Setelah itu dia tidak pernah lagi shalat Isya di Masjid. Demikian disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam at Tahmid dan Ibnu Hajar dalam al Ishabah. (kisah ini dimuat di Majalah Qiblati edisi 11 th.VII).

Ikhwan Nurdin