Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tanya Jawab: Apakah Bekerja di Pemerintahan Termasuk Wala’ (Loyal) kepada Thaghut?

Pertanyaan:
Apakah bekerja di pemerintahan termasuk wala’ (loyal) kepada thaghut?
Jawaban:
Ada beberapa poin penting yang harus kita pahami dalam masalah ini:
Poin pertama. Masalah berhukum dengan selain Allah termasuk masalah besar yang menimpa pemerintah pada zaman sekarang. Hendaknya kita tidak tergesa-gesa menghukumi mereka dengan hukum yang tidak berhak bagi mereka sehingga masalahnya benar-benar jelas bagi kita, karena ini sangat berbahaya. Kita memohon kepada Allah agar memperbaiki para penguasa kaum muslimin. (Syarah Tasalatsah Ushul, hlm. 159, oleh Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
Poin kedua. Memvonis pemerintah yang berhukum dengan selain hukum Allah sebagai thaghut, berarti mengafirkan mereka. Ini jelas keliru, karena mazhab salaf memperinci masalah ini. Apabila dia berhukum dengan selain hukum Allah, dari undang-undang manusia dan hukum-hukum jahiliyah, dengan mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Allah, (karena hukum Allah) tidak relevan pada zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum dengan hukum Allah atau selainnya, maka dia kafir.
Akan tetapi, apabila berhukum (dengan selain hukum Allah), dengan (tetap) mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan tidak mengingkarinya, namun (sekadar) karena ambisi terhadap dunia, maka dia fasik.
Poin ketiga. Anggaplah kalau mereka memang melakukan kekufuran nyata, bukankah memvonisnya dengan kekafiran memiliki kaidah-kaidah yang tidak ringan? Harus terpenuhi syarat dan hilang segala penghalangnya. Sudahkah kita menegakkan hujjah kepada mereka? Bukankah mayoritas mereka melakukannya karena kebodohan dan taklid buta?
Anggaplah, bahwa pemerintah adalah thaghut dan kafir, tetapi kita tetap tidak bisa memukul rata bahwa setiap pegawai pemerintah adalah kafir. Sungguh, ini adalah pemikiran Khawarij yang sesat. Keharaman wala’ kepada orang-orang kafir bukan menunjukkan keharaman muamalat dengan mereka dalam hal-hal yang mubah (boleh). Itu kalau kita anggap bahwa pemerintah kafir. Lantas, bagaimana kiranya kalau pemerintah masih mendirikan shalat!
Akhirnya, kami mengatakan seperti yang dikatakan oleh Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, semoga Allah menjaganya, “Saya tidak percaya kalau ada seorang muslim yang wala’ terhadap orang-orang kafir. Akan tetapi, (sebenarnya) kalian mengartikan wala’ bukan pada tempatnya. Kalaulah memang ada yang loyal kepada orang kafir, maka dia adalah orang yang jahil atau non-muslim. Adapun seorang muslim, maka dia tidak mungkin loyal kepada orang kafir. Namun, ada beberapa perkara yang kalian menganggapnya loyal padahal tidak, seperti: jual beli dengan orang kafir atau memberi hadiah kepada orang kafir.…” (Al-Fatawa Syar’iyyah fil Qadhaya ‘Ashriyyah, hlm. 95, kumpulan Muhammad Fahd al-Hushayyin)