Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apa Itu Wahabi?


Allahumma, Rabb Jibril, Mikail, Israfil. Yang menghamparkan langit serta bumi. Mengetahui yang ghaib dan yang terang. Engkaulah yang memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Mu terhadap apa yang mereka perselisihkan. Dengan izin-Mu, tunjukanlah kebenaran padaku, dalam perselisihan itu. Sesungguhnya Engkau lah Yang Memberi Petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki.” (HR. Muslim, no. 770, I/534)

Pengantar

Sebenarnya, Wahabi merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad kedua hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -ed), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, sangat membenci syiah dan sangat jauh dari Islam.

Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam. Contohnya Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.

Tuduhan buruk yang mereka lancarkan kepada dakwah beliau hanya didasari tiga faktor:

1. Tuduhan itu berasal dari para tokoh agama yang memutarbalikkan kebenaran, yang hak dikatakan bathil dan sebaliknya, keyakinan mereka bahwa mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, berdoa dan meminta bantuan kepada mayit dan semisalnya termasuk bagian dari ajaran Islam. Dan barangsiapa yang mengingkarinya dianggap membenci orang-orang shalih dan para wali.

2. Mereka berasal dari kalangan ilmuwan namun tidak mengetahui secara benar tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, bahkan mereka hanya mendengar tentang beliau dari pihak yang sentimen dan tidak senang Islam kembali jaya, sehingga mereka mencela beliau dan dakwahnya sehingga memberinya sebutan Wahabi.

3. Ada sebagian dari mereka takut kehilangan posisi dan popularitas karena dakwah tauhid masuk wilayah mereka, yang akhirnya menumbangkan proyek raksasa yang mereka bangun siang malam.

Dan barangsiapa ingin mengetahui secara utuh tentang pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad maka hendaklah membaca kitab-kitab beliau seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah dan Rasail beliau yang sudah banyak beredar baik berbahasa arab atau Indonesia.

***

Penulis: Ustadz Zainal Abidin, Lc.

Artikel ini sebelumnya dipublikasikan oleh Koran Republika, edisi Selasa, 25 Agustus 2009

Dipublikasi ulang oleh muslim.or.id di sini dengan penambahan beberapa catatan kecil.

Penjelasan

Selubung Makar Dibalik Julukan Wahabi

Di negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena timpang dan penilaian miring terhadap dakwah tauhid yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi an-Najdi rahimahullah. Julukan Wahabi pun dimunculkan, tak lain tujuannya adalah untuk menjauhkan umat darinya. Dari manakah julukan itu? Siapa pelopornya? Dan apa rahasia di balik julukan itu semua?

Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah merupakan dakwah pembaharuan terhadap agama umat manusia. Pembaharuan, dari syirik menuju tauhid dan dari bid’ah menuju sunnah. Demikianlah misi para pembaharu sejati dari masa ke masa, yang menapak titian jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Fenomena ini membuat gelisah musuh-musuh Islam, sehingga berbagai macam cara pun ditempuh demi hancurnya dakwah tauhid yang diemban Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan para pengikutnya. Musuh-musuh tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Di Najd dan sekitarnya

Ø Para ulama su’ yang memandang al-haq sebagai kebathilan dan kebathilan sebagai al-haq

Ø Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakikat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan dakwahnya

Ø Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya (lihat Tash-hihu Khatha’in Tarikhi Haula Wahhabiyyah, hal. 90-91, karya DR. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwair. Ringkasan keterangan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz)

2. Di dunia secara umum

Mereka adalah kaum kafir Eropa seperti Inggris, Perancis, dan lain-lain, Daulah Utsmaniyyah, kaum sufi, Syi’ah Rafidhah, Hizbiyyun dan pergerakan Islam, dan para kaki tangannya.

Bentuk permusuhan mereka beragam. Terkadang dengan fisik (senjata) dan terkadang dengan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya. Adapun fisik (senjata), maka banyak diperankan oleh Dinasti Utsmani yang bersengkongkol dengan kafir Eropa -sebelum keruntuhannya-. Demikian pula Syi’ah Rafidhah dan para Hizbiyyun. Sedangkan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya, banyak dimainkan oleh kafir Eropa dan misionarisnya, kaum sufi, dan tak ketinggalan pula Syiah Rafidhah dan Hizbiyyun. Dan ternyata, memunculkan istilah Wahabi sebagai julukan bagi pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, merupaka trik sukses mereka untuk menghempaskan kepercayaan umat kepada dakwah tauhid. Padahal, istilah Wahabi itu sendiri merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahabi) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah Muhammadiyyah, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahab.” (Imam wa Amir wa Da’watun Likulli al-‘Ushur, hal. 162)

Tak cukup sampai di situ. Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya, menjadi sejoli bagi julukan keji tersebut. Tak ayal, yang lahir adalah potret buruk dan keji tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, yang tak sesuai dengan realitanya. Sehingga istilah Wahabi nyaris menjadi momok danmonster yang mengerikan bagi umat.

Fenomena timpang ini, menuntut kita untuk jeli dalam menerima informasi. Terlebih ketika narasumbernya adalah orang-orang kafir, munafik, atau ahlul bid’ah. Agar kita tidak dijadikan bulan-bulanan oleh kejamnya informasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu.

Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahabi

1. Tuduhan: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalah seorang yang mengaku sebagai Nabi, ingkar terhadap Hadits Nabi, merendahkan posisi Nabi, dan tidak memepercayai syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam


Bantahan:

Ø Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah adalah seorang yang mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini terbukti adana kaya tulis beliau tentang sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik Mukhatasar Sirah ar-Rasul, Mukhtasar Zadil Ma’ad fi Hadi Khair al-‘Ibad, ataupun yang terkandung dalam kitab beliau al-Ushul ats-Tsalatsah.

Ø Beliau rahimahullah berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah wafat -semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurah kepada beliau-, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya. (al-Ushul ats-Tsalatsah)

Ø Beliau rahimahullah juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berilmu tentang ajaran Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah ahlus sunnah wal hadits.” (ad-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah (II/21), karya Abdurrahman bin Qasim an-Najdi)

Ø Adapun tentang syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata -dalam suratnya kepada penduduk Qashim-: “Aku beriman dengan syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafa’at dan juga orang pertama yang diberi syafa’at. Tidaklah mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bid’ah lagi sesat.” (Tash-hihu Khata’in Tarikhi Haula al-Wahhabiyyah, hal. 118, karya DR. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwair)

2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait

Bantahan:

Ø Beliau berkata dalam Mukhtasar Minhaj as-Sunnah: “Ahlul Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy…” (Aqidah as-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab as-Salafiyyah wa Atsaruha fi al-‘Alam al-Islami (I/446), karya Syaikh DR. Shalih bin Abdullah al-‘Abud)

Ø Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait seperti Ali, Hasan, Husain, Ibrahim, dan Abdullah.

3. Tuduhan: Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah. Imam al-Lakhmi rahimahullah telah berfatwa bahwa Wahabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Mu’rib fi Fatawa Ahli al-Maghrib, juz 11, karya Ahmad bin Muhammad al-Wansyarisi

Bantahan:

Ø Adapun pernyataan bahwa Syaikh rahimahullah telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah. Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah Utsmaniyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmaniyyah. Lebih dari itu Syaikh rahimahullah mengatakan -dalam kitabnya al-Ushul as-Sittah-: “Prinsip Ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin, walaupun seorang budak dari negeri Habasyah.” Dari sini Nampak jelas, bahwa sikap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah terhadap waliyyul ‘amri (pemimpin) sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan ajaran Khawarij.

Ø Mengenai fatwa Imam al-Lakhmi rahimahullah, maka yang beliau maksudkan adalah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan para pangikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Imam al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Syaikh wafat pada tahun 1206 H. amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, maka dia meninggal tahun 211 H. sehingga amatlah tepat bila fatwa Imam al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Imam al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Imam al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara sangatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahabiyyah Khawarij yang diperingatkan Imam al-Lakhmi adalah Wahabiyyah Rustumiyyah, bukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan para pengikutnya.

Ø Lebih dari itu, sikap Syaikh terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata -dalam suratnya untuk penduduk Qashim-: “Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabariyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji’ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah subhanahu wa ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji’ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tash-hihu Khata’in Tarikhi Haula al-Wahhabiyyah, hal. 117, karya DR. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwair). Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.

4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka

Bantahan:

Ø Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Syaikh rahimahullah, karena beliau mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/makam) Abdul Qadir Jailani dan yang ada di kuburun Ahmad al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya, bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha Suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203, karya Syaikh Mas’ud an-Nadwi)

5. Tuduhan: Wahabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau menggunakan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam

Bantahan:

Ø Hal ini sangatlah tidak realistis. Karena beliau mengatakan -dalam suratnya kepada Abdurrahman as-Suwaidi-: “Aku kabarkan kepadamu bahwa aku -alhamdulillah- adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab ahlus sunnah wal jama’ah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya. (Tash-hihu Khata’in Tarikhi Haula al-Wahhabiyyah, hal. 75, karya DR. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwair)

Ø Beliau juga berkata -dalam suratnya kepada Imam ash-Shan’ani rahimahullah-: “Perhatikanlah -semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatimu- apa yang ada pada Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal -semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai mereka-, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ajaran mereka.” (ad-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah (I/136), karya Abdurrahman bin Qasim an-Najdi)

Ø Beliau juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah subhanahu wa ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’ala (Yahudi).” (Majmu’ah ar-Rasa’il an-Najdiyyah (I/11-12. Dinukil dari al-Iqna’, hal. 132-133, karya Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali)

6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkar al-munkar)


Bantahan:

Ø Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasihat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkar al-munkar) dengan cara keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata: “Seorang yang ber-amar ma’ruf dan nahi munkar membutuhkan tiga hal, berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.” Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkar al-munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkar al-munkar kaian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.” (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 176, karya Syaikh Mas’ud an-Nadwi)

7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari syaithan


Bantahan:


Ø Pernyataan ini menunjukkan ketidaktahuannya tentang biografi Syaikh rahimahullah, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual kepada umat.

Ø Bila ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal al-Qur’an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjama’ah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa’, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubairm kemudian kembali ke Makkah dan Madinah. Gurunya pun banyak, di antaranya adalah:

· Di Najd: Syaikh Abdul Wahab bin Sulaiman dan Syaikh Ibrahim bin Sulaiman

· Di Makkah: Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad al-Bashri al-Makki asy-Syafi’i

· Di Madinah: Syaikh Abdullah bin Ibrahim binSaif, Syaikh Muhhamad Hayat bin Ibrahim as-Sindi al-Madani, Syaikh Isma’il Muhammad al-Ajluni asy-Syafi’i, Syaikh Ali Afandi bin Shadiq al-Hanafi ad-Daghistani, Syaikh Abdul Karim Afandi, Syaikh Muhammad al-Burhani, dan Syaikh Utsman ad-Diyarbakri.

· Di Bashrah: Syaikh Muhammad al-Majmu’i.

· Di Ahsa’: Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif asy-Syafi’i.

8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka

Bantahan:

Ø Pernyataan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tidak menghormati para wali Allah subhanahu wa ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim-: “Aku meyakini adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada wali Allah subhanahu wa ta’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Ø Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah-. Namun, hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdo’a, berqurban, dan bernadzar kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Sementara Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan bersama waliyyul ‘amri untuk melakukannya, baik ketika masih di Uyainah ataupun di Dar’iyyah.

Ø Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, ash-Zhahir at-Tazmanti, dan lainnya, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan al-Qarrafah, Mesir. Imam asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidka menyukai (yaitu mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan masjid.” Imam an-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkan secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan Ibnu Rusyd. Sedangkan Imam az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah/bangunan di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fath al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 284-286, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan alu asy-Syaikh)

Demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:

1. ad-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah, karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim an-Najdi

2. Shiyanah al-Insan ‘an Waswasah asy-Syaikh Dahlan, karya al-‘Allamah Muhammad Basyir as-Sahsawani al-Hindi

3. Raddu Auham Abi Zahrah, karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim al-Khathib

4. Muhammad bin abdul Wahab Mushlihun Mazhlumun wa Muftara ‘Alaihi, karya Syaikh Mas’ud an-Nadwi

5. Aqidah as-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab as-Salafiyyah wa Atsaruha fi al-‘Alam al-Islami, karya Syaikh DR. Shalih bin Abdullah al-‘Abud

6. Da’watu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Baina al-Mu’aridhin wa al-Munshifin wa al-Mu’ayyidin, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dan sebagainya.

Pujian para Ulama terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Dakwahnya

Pujian ulama dunia terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun karena terbatasnya tempat, cukuplah disebutkan sebagiannya saja.

1. Imam ash-Shan’ani (Yaman)

Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya. Bait sya’ir yang diawali dengan:

Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal di sana

Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya

2. Imam asy-Syaukani (Yaman)

Ketika mendengar wafatnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Syaikh dan dakwahnya. Di antaranya:

Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan

Referensi utama para pahlawan dan orang-orang mulia

Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama

Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai

3. Syaikh Muhammad Hamid al-Fiqi (Mesir)

Beliau berkata: “Sesunnguhnya amalan dan usaha yang beliau lakukan adalah untuk menghidupkan kembali semangat beramal dengan agama yang benar dan mengembalikan umat manusia kepada apa yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan apa yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya, serta apa yang diyakini para shahabat, para tabi’in, dan para imam yang terbimbing.

4. Syaikh Taqiyyudin al-Hilali (Irak)

Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahwa Imam Rabbani al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahab, benar-benar telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan uamt manusia) seperti di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan uamt manusia kepada daulah di masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin.”

5. Syaikh Mulla Umran bin Ali Ridhwan (Iran)

Beliau –ketika dicap sebagai Wahabi- berkata:

Jikalau mengikuti Ahmad disebut sebagai Wahabi

Maka kutegaskan bahwa aku adalah Wahabi

Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah bagiku

Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Pemberi

6. Syaikh Ahmad bin Hajar al-Buthami (Qatar)

Beliau berkata: “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat.”

7. al-‘Allamah Muhammad Basyir as-Sahsawani al-Hindi

Kitab beliau Shiyanah al-Insan ‘an Waswasah asy-Syaikh Dahlan, sarat akan pujian dan pembelaan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya.

8. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani (Yordania)

Beliau berkata: “Dari apa yang telah lalu, nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan yang keji dari para penjahat (intelektual) terhadap Imam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -semoga Allah merehmatinya dan mengaruniainya pahala-, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju tauhid yang murni…”

9. Ulama Saudi Arabia

Tak terhitung banyaknya pujian mereka terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, turun-temurun sejak Syaikh masih hidup hingga hari ini.

Penutup

Akhir kata, demikianlah yang dapat kami sajikan seputar istilah Wahabi yang menjadi momok di Indonesia pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya. Semoga sajian ini dapat menjadi penerang di tengah gelapnya permasalahan, dan pembuka cakrawala berpikir untuk tidak berbicara dan menilai kecuali di atas pijakan ilmu.

Wallahu A’lam bish-Shawab