Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rebo Wekasan Menurut Islam


Rebo Wekasan artinya secara bahasa adalah hari Rabu Terakhir. Tetapi secara istilah tradisi maksudnya adalah hari Rabu Terakhir dari bulan Safar, yaitu bulan ke-2 dari 12 bulan penanggalan Hijriyah. Tradisi ini sangat kental dengan umat Islam di Indonesia.

Tradisi Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi memperingati hari Rabu terakhir di bulan Safar. Tujuan peringatan tersebut adalah untuk menolak balak atau bencana. Kegiatan yang biasa dilakukan masyarakat indonesia berkisar pada berdoa, Shalat Sunnah, bersedekah dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu bisa bermacam-macam dalam praktiknya.

Mereka yang perhatian dengan rebo wekasan berkeyakinan bahwa setiap tahun akan turun 320.000 balak, musibah, atau bencana, dan itu akan terjadi pada hari Rabu terakhir bulan Safar.

Karena keyakinan ini, sebagian orang menghimbau untuk melakukan bentuk ibadah khusus pada hari itu. Terutama orang syiah. Di berbagai forum online, mereka sangat antusias membicarakan rebo wekasan ini. Tidak lupa mereka sebutkan sederet amalan sebagai upaya tolak balak, yang sama sekali tidak pernah dicontohkan dalam islam.

Di antara amalan tersebut adalah mengerjakan shalat empat raka’at dengan satu kali salam, dalam rangka tolak balak. Shalat ini dikerjakan pada waktu dhuha atau setelah terbit matahari. Pada setiap raka’at membaca surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Kautsar 17 kali, surat Al-Ikhlas 50 kali, Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) masing-masing satu kali. Ketika salam membaca surat Yusuf ayat 21 yang berbunyi:

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

Ayat ini dibaca sebanyak 360 kali.

Kemudian ditambah dengan Jauharatul Kamal tiga kali dan ditutup dengan bacaan (surat Ash-Shaffat ayat 180-182) berikut:

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan memberikan sedekah makanan kepada fakir miskin. Tidak cukup sampai di situ, ada juga yang menyuruh untuk membuat rajah-rajah dengan model tulisan tertentu pada secarik kertas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur, bak kamar mandi, atau tempat-tempat penampungan air lainnya.

Mereka berkeyakinan, siapa yang melakukan ritual tersebut pada rebo wekasan, dia akan terjaga dari segala bentuk musibah dan bencana yang turun ketika itu.

Sumber Referensi yang kami jumpai yang membahas masalah ini adalah kitab Kanzun Najah karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds. Salah satu tokoh sufi, murid Zaini Dahlan. Dalam buku tersebut, dia menyatakan di pasal: Hal-hal yang Dianjurkan ketika bulan safar,

اعلم…أن مجموع الذي نقل من كلام الصالحين كما يعلم مما سيأتي أنه ينزل في آخر أربعاء من صفر بلاء عظيم، وأن البلاء الذي يفرِّق في سائر السنة كله ينزل في ذلك اليوم، فمن أراد السلامة والحفظ من ذلك فليدع أول يوم من صفر، وكذا في آخر أربعاء منه بهذا الدعاء؛ فمن دعا به دفع الله سبحانه وتعالى عنه شرَّ ذلك البلاء. هكذا وجدته بخط بعض الصالحين

Ketahuilah bahwa sekelompok nukilan dari keterangan orang shaleh – sebagaimana nanti akan diketahui – bahwa pada hari rabu terakhir bulan safar akan turun bencana besar. Bencana inilah yang akan tersebar di sepanjang tahun itu. Semuanya turun pada hari itu. Siapa yang ingin selamat dan dijaga dari bencana itu, maka berdoalah di tanggal 1 safar, demikian pula di hari rabu terakhir dengan doa yang sama. Siapa yang berdoa dengan kalimat itu maka Allah akan menyelamatkannya dari keburuhan musibah tersebut. Inilah yang aku temukan dari tulisan orang-orang shaleh.

Selanjutnya, penulis menyebutkan beberapa doa yang dia ajarkan. (Kanzun Najah, hlm. 49).

Sebagai orang beriman dan meyakini bahwa sumber syariat adalah Al-Quran dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu saja berita semacam ini tidak boleh kita percaya. Karena kedatangan bencana di muka bumi ini, merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah. Satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu adalah melalui wahyu Al-Quran dan sunah. Sementara penulis sama sekali tidak menyebutkan sumber selain klaim bahwa itu tulisan orang shaleh. Terlebih tidak ada keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan hal ini.

Lajnah Daimah pernah ditanya tentang ritual rebo wekasan yang dilakukan di akhir safar. Jawaban yang diberikan adalah sebagai berikut :

هذه النافلة المذكورة في السؤال لا نعلم لها أصلا من الكتاب ولا من السنة، ولم يثبت لدينا أن أحدا من سلف هذه الأمة وصالحي خلفها عمل بهذه النافلة، بل هي بدعة منكرة، وقد ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. ومن نسب هذه الصلاة وما ذكر معها إلى النبي صلى الله عليه وسلم أو إلى أحد من الصحابة رضي الله عنهم فقد أعظم الفرية، وعليه من الله ما يستحق من عقوبة الكذابين‏.‏ وبالله التوفيق‏.‏ وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم‏.‏

Amalan seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, tidak kamijumpai dalilnya dalam Al-Quran dan sunah. Tidak juga kami ketahui bahwa ada salah satu ulama masa silam dan generasi setelahnya yang mengamalkan ritual ini. Jelas ini adalah perbuatan bid’ah. Dan terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Siapa yang membuat hal yang baru dalam agama ini, yang bukan bagian dari agama maka dia tertolak.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dll)

Siapa yang beranggapan ritual semacam ini pernah dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pernah dilakukan sahabat radhiyallahu ‘anhu, maka dia telah melakukan kedustaan yang besar. Dia berhak mendapatkan hukuman sebagaimana pendusta di sisi Allah. Wa billahi at-Taufiiq. Wa shallallahu ‘ala muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihii wa sallam.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Bait (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)